HALAL BIL HALAL SEBAGAI PEMBUKA PROSES BELAJAR MENGAJAR

Senin, 9 Syawwal 1433 H bertepatan dengan 27 Agustus 2012 merupakan hari pertama masuk sekolah bagi siswa-siswi di seluruh Indonesia khususnya santri Madrasah Tsanawiyah Birrul Walidain NW Rensing Kec. Sakra Barat Kabupaten Lombok Timur, mengawali kegiatan sekolah paska libur panjang selama dua minggu sebelum dan sesudah idul fitri, dipimpin oleh Kepala Madrasah Nuruddin, S.Pd beserta dewan guru dan siswa menggelar acara Halal bil Halal di laksanakan di teras madrasah, acara diawali oleh membaca surat yasiin dan do’a bersama yang dipimpin oleh salah seorang siswi kelas IX-B Suhaini, kegiatan ini berlangsung hangat dan meriah, tampak dari kegembiraan para santri disaat bersalam-salaman antara guru dengan siswa, sisiwa dengan siswa.

Acara halal bil halal sebagai acara pembuka proses belajar mengajar di madrasah dalam rangka saling memaafkan, mempererat hubungan antara keluarga besar madrasah sehingga kesalahan tahun sebelumnya dapat diampuni oleh allah dan hubungan kasih sayang semakin dekat dan akrab. Halal bi Halal adalah suatu bentuk ungkapan khusus pada waktu dan tempat tertentu sebagai pengganti dari kata Silatur-Rahmi pada kedua hari raya islam yang telah membudaya di beberapa Negara di Asia Tenggara khusnya Indonesia.

Jika kita kembali pada sejarah Islam, sejak zaman Rasulullah SAW, sahabat, para tabi’ dan tabi’ tabi’in bahkan hingga saat ini, maka kita tidak akan mendapatkan istilah Halal bi Halal kecuali Silatu Rahim. Meskipun Istilah Halal bi Halal ini berasal dari bahasa Arab yang berarti “Halal dengan yang halal” atau “sama-sama saling menghalalkan” atau kadang pula diartikan dengan “saling maaf memaafkan/saling menghalalkan dosa masing-masing” Kalimat Silatu Rahmi tersusun dari dua kata yaitu Shilah yang berarti “Hubungan” dan Rahmi yang berarti “Kerabat”, “Rahim dimana janin berada” atau “Kasih sayang”.

Baca juga :  Penguatan Karakter Religius Santri Melalui Pembiasaan Membaca Zikir Doa

Secara harfiah, Silatu Rahmi berarti “menjalin hubungan tali kekerabatan” atau “menjalin hubungan kasih sayang”. Secara istilah, oleh Al-Maraghi mendefinisikannya dengan menyambungkan kebaikan dan menolak sesuatu yang merugikan secara sungguh-sungguh karena Allah SWT.

Sebagaimana firmannya dalam Surah Ar-Ra’d:21 :

“Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk”. As-Shiddiqi dalam Al-Islam, membagi Silatu Rahmi kepada dua bagian, Silatu Rahmi umum dan Silatu Rahmi khusus. Silatu Rahmi umum yaitu silatu rahmi kepada siapa saja, seagama maupun tidak seagama, kerabat dan bukan kerabat.

Di sini kewajiban yang harus dilakukan adalah: menghubungi, mengasihi, berlaku tulus, adil, jujur, berbuat baik dan hal-hal yang bersifat kemanusiaan. Silatu rahmi ini di sebut juga dengan silatu rahmi kemanusiaan. Silatu Rahmi khusus yaitu silatu rahmi kepada kerabat dan kepada yang seagama yaitu dengan cara membantunya dengan harta, tenaga, menolong dan menyelesaikan hajatnya, berusaha menolak kemudharatan yang menimpa serta berdoa dan membimbing agamanya. Dengan bersilatur rahmi, maka akan timbul rasa kasih sayang diantara sesama, dan kasih sayang ini akan menyempurnakan keimanan.

Sebagaimana sabda Nabi SAW : “Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian benar-benar beriman, dan kalian tidak akan sampai meraih keimanan dengan benar sampai kalian saling mencintai dan mengasihi diantara sesama, maukah aku tunjukkan suatu perkara apabila kalian laksanakan maka kalian akan saling mencintai dan mengasihi “sebarkanlah salam diantara kalian” (HR.Muslim).

Baca juga :  KUMPULAN MATERI KHITOBAH SANTRI TSABIWA

Hadis ini menunjukkan akan pentingnya Silatu Rahmi meskipun dimulai dengan hal yang dianggap remeh dan mudah yaitu dengan mengucapkan salam dan tegur sapa yang akan melahirkan keakraban dan kepedulian terhadap sesama. Meskipun mudah namun kadang sulit untuk diterapkan, padahal Rasulullah SAW bersabda :

“Kebaikan yang paling cepat balasannya adalah berbuat kebaikan dan silatu rahmi” Sungguh agung dan mulia ajaran Islam yang menyeru ummat islam untuk saling kenal mengenal dan menjalin hubungan persaudaraan dan menggalakkan sikap peduli terhadap sesama.

Dan islam pun mengunci kuat pintu-pintu konflik dan menutup rapat potensi permusuhan.sebagaimana dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW mengancam orang-orang yang memutuskan tali silatu rahmi :

“Tidak akan masuk surga, orang yang memutuskan tali silatu rahmi” (HR.Muslim). Dan :, “Barang siapa yang bertengkar dengan saudaranya melebihi tiga hari maka tidak akan diterima amal keduanya hingga keduanya rujuk kembali dan yang pertama rujuk adalah yang paling baik” Kesemua itu menunjukkan bahwa amal dan peribadatan seorang hamba tidak akan sempurna tanpa memperbaiki hubungan silatu rahmi.

Dengan kata lain, hubungan antara Allah dan seorang hamba (hablun minallah) akan sempurna jika hamba itu menjaga dan menjalin hubungan antar sesama (hablun minannas). Dengan bersilatur rahmi akan menyempurnakan keimanan kepada Allah SWT, terutama jika silatu rahmi yang dijalin benar-benar atas dasar saling menghalalkan dosa-dosa/memaafkan masing-masing dengan ikhlas.

Maka bekal atau modal yang telah kita peroleh selama bulan ramadhan tidak berkurang, bahkan telah mendapatkan bantuan teman/kerabat yang akan mengantar berbelanja bukan sebatas pada kebutuhan primer seperti shalat wajib dan puasa wajib saja, melainkan mampu memborong barang-barang kebutuhan sekunder dan lux seperti shalat sunnah dan sebagainya.

Baca juga :  Jeda Semeseter Ganjil 2014-2015 Pengurus OSIS Gelar Lomba Class Meeting

Dan akan menjadi orang yang benar-benar menikmati tamasya dan rekreasi di akherat kelak. Adanya perbedaan penyebutan antara Silatu Rahmi pada hari biasa dan Ied yang lebih dikenal di Indonesia dengan Halal bi Halal disebabkan pula oleh kemuliaan bulan Ramadhan sebagai penghormatan terhadap keutamaan dan kelebihan, serta bulan Syawal sebagai bulan bertambah dan meningkatnya amal dan bonus atau discount untuk menutupi kekurangan yang ada pada bulan Ramadhan dengan berpuasa selama 6 (enam) hari di bulan syawal. Sebagaimana sabda Nabi SAW :

“Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan kemudian diikuti dengan berpuasa selama enam hari di bulan Syawal, maka ia telah berpuasa selama satu tahun penuh. (HR.Muslim). Semoga segala kekurangan amal perbuatan pada bulan Ramadhan dapat tertutupi dan ditingkatkan di bulan Syawal ini dengan Silatu Rahmi ataupun Halal bi Halal serta meningkatkan amal ibadah lainnya demi menyempurnakan keimanan menjadi insan kamil yang benar-benar bertakwa kepada Allah SWT

Tulis Komentar anda di sini

Next Post

POS Ujian Nasional SMP/SMA/SMK Tahun Pelajaran 2011/2012

Rab Sep 12 , 2012
Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional /POS UN  SMP/SMA/SMK  Tahun Pelajaran 2011/2012 memuat pedoman terkait hal-hal berikut : Penyelenggara UN Tingkat Pusat Penyelenggara UN Tingkat Provinsi Penyelenggara UN Tingkat Kabupaten/Kota Penyelenggara UN Tingkat Sekolah/Madrasah Persyaratan Peserta Ujian Nasional (UN) Pendaftaran Peserta UN Penyusunan Kisi-Kisi Soal Penyiapan Bahan UN Penggandaan Bahan UN Jadwal […]

Artikel Terkait yang mungkin anda suka:

Mts Birrul Walidain NW Rensing