๐—Ÿ๐—ฎ๐—ฝ๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐——๐—ฎ๐—ฑ๐—ฎ ๐—ฆ๐—ฎ๐—ฎ๐˜ ๐—ง๐—ถ๐—ฑ๐—ฎ๐—ธ ๐——๐—ถ๐˜€๐˜‚๐—ธ๐—ฎ๐—ถ

0
Dalam perjalanan kehidupan kita, seringkali dihadapkan pada dinamika kompleks antara disukai atau tidak disukai, diterima ataupun ditolak. Pada suatu waktu, mungkin kita merasa dihargai dan dicintai oleh banyak orang , namun di lain waktu ada saatnya kita tak bisa menghindar dari kenyataan bahwa ada yang tidak menyukai atau bahkan menentang kita. Itulah realita yang harus kita hadapi dengan tenang dan lapang dada.
Disaat kita menghadapi situasi di mana banyak orang yang menyukai kita, penting untuk tetap merendahkan hati. Keberhasilan atau popularitas tidak seharusnya menjadi alasan untuk sombong atau merasa tinggi hati dari orang lain. Sebaliknya, itu harus menjadikan kita lebih banyak bersyukur, rendah hati, dan tetap berbagi kebaikan dengan orang di sekitar kita walaupun itu kecil.
Begitu juga, ketika kita mengetahui bahwa banyak yang tidak menyukai kita, tidak lantas membuat diri kita merasa rendah diri dan frustrasi. Penolakan dan ketidaksukaan orang lain tidak selalu mencerminkan nilai sejati kita. Terkadang, penolakan tersebut lebih berkaitan dengan persepsi dan pengalaman pribadi orang yang menolak, daripada kesalahan atau kelemahan yang sebenarnya ada pada diri kita.
Dalam menghadapi hal ini, dibutuhkan hati yang tenang dan lapang dada. Tidak perlu risau apalagi galau, tetap pada pendirian bahwa melakukan kebaikan itu tidak bisa dihentikan oleh siapapun hanya saja melalui jalan dan ruang berbeda. Suka atau tidak suka hanyalah preferensi saja dan itu hal lumrah. Karena mustahil kita bisa membuat semua orang menerima ataupun menyukai kita.
Hati yang tenang memungkinkan kita untuk menjalani kehidupan dengan lebih bijaksana. Ini tidak terpengaruh oleh pujian berlebihan atau kritik tajam. Hati yang lapang dada menerima kenyataan bahwa tidak semua orang akan setuju atau menyukai kita, dan itu adalah bagian alami seorang manusia yang memiliki perspektif berbeda-beda.
Dengan sikap lapang dada, sangat manjur untuk meredam sikap amarah atau balik membenci tatkala ada orang yang secara halus atau terang-terangan menolak atau tidak menyukai kita. Kepribadian seorang akan tampak kewibawaannya jika mampu menunjukkan sikap tenang dan berlapang dada pada saat kritik pedas ataupun penolakan dari orang lain menerpanya.
Apalagi saat-saat ini di negeri kita yang sedang hangat dengan situasi politik pilpres dan pileg kita dengan mudah mendapati komentar pedas bahkan penolakan langsung terhadap calon anggota legislatif ataupun presiden, wakil presiden. Bagi yang menjadi calon ataupun menjadi pendukungnya tentu menghadapi semua ini harus tetap tenang dan lapang dada meskipun kadang menyakitkan namun tetaplah fokus pada tujuan, tampil elegan dan ekplorasi gagasan.
Mari kita belajar menjadi orang bijak, tenang dan berlapang dada dari Amirul Mukminin Umar bin Khattab saat sedang berpidato lalu dipotong pembicaraan nya oleh seorang.
Suatu hari Amirul Mukminin Umar bin Khattab sedang berpidato tentang jihad. Tiba-tiba Salman Al Farisi menginterupsi, โ€œJangan didengar, jangan ditaatiโ€. Umar mencoba bersabar dan bertanya, โ€Mengapa?โ€ โ€Karena engkau berbuat curang dan mencuri kain Yaman yang dibagikan kemarin masing-masing selembar per orang. Bagaimana engkau bisa menjahitnya menjadi baju dan sekarang memakainya.โ€
Umar kembali bersabar, dan bertanya kepada hadirin, โ€Mana Abdullah?โ€ Tak ada yang menyahut, termasuk putranya, Abdullah bin Umar, karena mungkin menyangka maksudnya adalah hamba Allah (abdullah). Untuk ketiga kalinya Umar bersabar dan bertanya lebih konkret, โ€Mana Abdullah bin Umar?โ€ Setelah anaknya menyahut, Umar memerintahkan menjelaskan asal muasal bajunya. Penjelasannya memuaskan Salman dan hadirin, bahwa jatah kain Abdullah Bin Umar diberikan ayahnya sehingga cukup dibuat satu baju. Mereka pun kembali bersedia mendengarkan dan menaati. Umar tetap bersikap lapang dada, sabar dan ramah tamah, meski kritik itu salah. Inilah salah satu penyebab keberhasilan pemerintahannya.
Menghadapi kenyataan seperti yang dialami Amirul Mukminin Umar bin Khattab adalah sesuatu yang tidak mudah perlu latihan panjang dan iman yang kuat untuk menjadi orang yang bersih hati dan lapang dadanya. Namun demikian semua kita bisa berupaya semaksimal mungkin minimal dengan kita mampu menekan sikap dan perilaku buruk yang ada dalam diri kita, seperti rasa benci, dengki, iri hati, dan dendam kesumat.
Saat mengetahui ada penolakan ataupun orang tidak menyukai kita maka hadapi dengan lapang dada dan maafkan serta bersabarlah.
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata “Pada sikap memaafkan, berlapang dada serta bersabar itu terdapat kelezatan, ketentraman & ketenangan, kemuliaan jiwa, serta ketinggian (derajat) ketimbang pelampiasan , membalas dendam yang mana tidak ada apapun yang didapat darinya pada sikap membalas (keburukan) & membalas dendam .”
Ingatlah….Membuat orang semua menerima atau menyukai kita itu adalah pekerjaan mustahil. Dan apabila kita menunggu semua orang ridho (senang/suka) terhadap kita kemudian baru kita berbuat kemaslahatan atau kebaikan maka akan lebih dahulu datang hari kiamat.
Do your little bit of good where you are. (Lakukan sedikit kebaikan dimana pun kamu berada)

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *